Tak Sengaja Terpilih — Menjadi Fasil #2

Akmal Arifin
4 min readJun 5, 2024

--

Menjadi fasil mungkin menjadi salah satu peran paling berat yang pernah diamanahkan ke aku pribadi selama aku hidup. Begitu banyak peran yang harus dijalankan. Begitu banyak tanggung jawab serta tugas yang menumpuk. Banyak hal yang harus aku lakukan. Dan dimataku sendiri, seorang fasil haruslah seorang yang sempurna di segala aspek di kehidupan.

Aku merupakan seseorang yang memilih untuk tinggal di asrama ketika diri ini tidak pernah terpikirkan untuk tinggal di asrama. Aku merupakan seseorang yang memilih untuk tinggal di masjid, menjadi takmir masjid ketika diri ini sesungguhnya masih sangat jauh dalam keislaman. Begitu banyak kekurangan diri yang aku rasakan waktu itu. Tapi entah mengapa, Allah mengizinkanku untuk memiliki tekad. Hanya satu tekad yang mengantarkanku ke asrama ini. Aku ingin mengenal islam lebih dalam. Tidak ada teman, tidak masalah. Tidak pernah berasrama, tidak masalah. Tidak tahu menahu apa yang akan terjadi di dalamnya, tidak masalah. Bahkan pikiran itu tidak pernah muncul dibenakku. Aku hanya mendaftar. Dan Alhamdulillah biidznillah, aku diterima.

Dan ya, ternyata ketika aku terpilih, begitu banyak perbedaan, begitu banyak kekurangan dalam diri, dan begitu banyak harapan orang-orang. Teman-temanku semua merupakan seseorang yang berprestasi, punya hafalan banyak, dan memang mereka semua terlihat sangat pantas untuk menjadi muka dari Masjid Salman itu sendiri. Awal periode keasramaan merupakan salah satu masa yang paling sulit yang pernah aku hadapi. Disana aku menjadi sadar bahwa sebenarnya islamku bukanlah islam yang sebenarnya. Ternyata islam yang aku ketahui hanyalah permukaannya saja Ternyata islam yang sesungguhnya itu, jauh lebih dalam daripada apa yang aku bayangkan.

Meskipun di awal aku kesusahan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang sangat baru untukku itu, tapi aku mendapatkan banyak sekali pembelajaran di dalamnya. Banyak sudut pandang baru terkait kehidupan yang aku dapatkan. Meski di dalamnya terdapat program pembinaan yang bertujuan meningkatkan ilmu dan kapasitas kita, namun aku merasa lebih banyak mendapatkan pembelajaran dari mengobrol dengan kakak tingkat yang keren-keren. Mereka semua berbeda-beda, dan memiliki nilai pembelajaran yang bisa mereka bagikan masing-masing. Hingga pada akhirnya aku merasa senang dan nyaman di dalamnya.

Tentu, kakak fasilitator-lah yang paling keren dimataku. Mereka begitu sempurna di bidangnya masing-masing. Ada ketakmiran, pembinaan, internal, aktualisasi. Mungkin mereka berebeda-beda, namun setiap masing-masing dari mereka merupakan yang terdepan di bidangnya masing-masing. Aku selalu memandang mereka sebagai panutanku dalam berasrama.

Ketika itu, aku merasa diriku sebagai seseorang yang sangat tidak layak untuk menjadi fasilitator. Didukung dengan teman angkatanku waktu itu tidak kalah jauh keren dengan para fasilitator. Aku merasa bahwa mereka semua jauh lebih cocok daripada aku. Kewajiban untuk bersedia menjadi fasilitator di tahun ke 3 keasramaan tidak terlalu terpikirkan untukku karena sebab-sebab tersebut.

Singkat cerita, dua tahun telah berlalu. Aku terpilih menjadi fasilitator. Dan ketika aku terpilih menjadi seorang fasilitator, dalam hati ingin sekaliku menolak. Karena aku jauh dari kata fasil yang aku bayangkan. Aku masih sangat jauh dari hal tersebut. Apalagi karena satu dan lain hal yang terjadi saat itu, aku merasa aku terpilih menjadi fasil bukan karena aku layak, tapi karena tidak ada yang lain. Aku semakin merasa bahwa harusnya bukan aku yang menjadi fasil.

Tapi apa daya. Apa yang bisa kupilih. Aku hanya berusaha untuk menjalankan kontrak yang sudah ditentukan di awal. aku hanya berusaha untuk menjalankan apa yang Allah jalurkan kepadaku. Aku percaya bahwa pasti ada hal baik di dalamnya. Dengan setengah-setengah aku menelan keputusan ini. Dengan setengah-setengah aku menjalani peran ini.

Ternyata fasilitator bukan hanya menjadi peranku. Aku terpilih menjadi kepala program. Seorang Akmal? Menjadi Kepala Program Asrama Salman? Seseorang yang bahkan baru mengenal islam yang sesungguhnya di asrama. Seseorang yang bahkan baru pertama kali menginjakkan kakinya di salman ketika masuk asrama salman. Seseorang yang bahkan baru pertama kali hidup berasrama di asrama salman. Terpilih menjadi kepala program. Aku bukannya menjadi semakin merasa layak. Tapi aku justru makin menganggap diriku tak berhak atas semua peran ini. Ada banyak di luar sana yang layak. KENAPA AKU?

Meski dalam hati aku menolak, tapi aku tetap berusaha untuk memenuhi peranku disini. Karena aku sendiri tidak pernah menjadi seorang fasilitator. Bahkan aku sendiri adalah anak terakhir, yang berarti aku tidak pernah menjadi kakak. Aku mencoba untuk membicarakan kebingunganku dengan fasiltatorku waktu itu. Kebingungan karena tidak ada arahan pun satu-per-satu mulai hilang. Aku mulai mengetahui apa yang harus aku lakukan, satu demi satu, kami menyelesaikan perumusan asrama salman di tahun kedepan.

Hingga aku mengajak seorang kepala program asrama salman tahun lalu. Di tahun pertama, kami pernah sekamar, sehingga kami sudah cukup dekat. Dari obrolan itu aku mendapatkan satu pesan yang berharga. Bahwa diriku sekarang ini. Seluruh peran yang aku peroleh saat ini. Allah lah yang mengantarnya. Allah lah yang membuatku menjadi fasilitator. Bukan karena diriku, bukan karena teman-temanku yang tidak mau menjadi fasil, tapi Allah lah yang memilihku. Beginilah Allah menuliskan takdirku di lauhul mahfudz.

Pesan itu menguatkanku kembali. Bahwa iya, aku disini karena Allah. Bukan karena siapa-siapa. Dan iya, memang aku nggak pantas. Oleh karena itu selalulah minta pertolongan kepada Allah. Jangan sekali-kali kamu merasa pantas. Sungguh engkau tidak pantas. Tidak pantas. Itulah senjata orang Islam. Bahwa mereka punya Allah. Tempat untuk memohon pertolongan. Tempat untuk mengeluhkan kesah.

Ingat, janganlah engkau merasa mampu dan tidak memerlukan pertolongan Allah. Bukankah itu termasuk kesombongan, ketika kamu merasa tidak memerlukan Allah. Bukankah rasulullah pernah bersabda, bahwa tidak akan masuk surga yaitu orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebesar semut kecil (HR Muslim). Jangan malu untuk meminta pertolongan Allah. Jangan ragu. Karena sungguh kita bisa berada di titik ini, hanya karena pertolongan Allah.

--

--

Akmal Arifin

Wadah untuk berbagi cerita dalam kehidupan sehari-hari. Upload setiap hari Rabu. Stay Tuned !