Cinta Dalam Diam

Akmal Arifin
4 min readDec 2, 2023

--

Photo by Shelby Cohron on Unsplash

Seperti manusia pada umumnya, aku juga memiliki rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Sejak masuk ke zaman remaja, entah kenapa selalu ada saja seseorang yang terlihat lebih dari yang lain. Seseorang yang selalu terlihat seperti tidak memiliki kekurangan. Seseorang yang selalu terlihat sempurna di mataku, seperti tidak ada lagi orang yang lebih baik daripada dia.

Alhamdulillah karena aku lahir dari keluarga yang cukup paham dalam agama Islam, secara tidak langsung aku paham bahwa pacaran merupakan hal yang dilarang dalam Islam. Di sisi lain, aku juga bukanlah orang yang memiliki keberanian untuk menghadapinya. Aku lebih sering untuk menghindari orang yang terlihat sempurna itu dimataku. Mungkin karena aku malu, atau mungkin karena aku tidak bisa bertingkah normal didepannya.

Dengan segala keanehan yang ku rasa, aku hanya bisa diam dan menerimanya. Tidak ada lagi yang dapat aku lakukan. Aku hanya seorang remaja yang memiliki rasa ini tanpa tau alasannya apa. Aku hanya seorang remaja yang belum mampu mengemban tanggung jawab menghidupi putri seseorang. Aku pun tak tahu harus aku apakan keanehan dalam diri ini.

Diam. Aku akhirnya memutuskan untuk diam saja. Menurutku itu lebih baik dari pada aku menyampaikan apa yang aku rasa, padahal aku bahkan tidak bisa mengendalikan sedikitpun atasnya. Aku tidak bisa mengendalikan apa yang aku rasa. Aku bahkan tidak tau apa yang mendasari rasa itu muncul. Karena Allah lah yang membolak-balikkan hati.

Namun, sekali lagi, aku hanyalah remaja biasa yang memiliki rasa ketertarikan di dalam diri ini. Tentu ada keinginan dari dalam diri untuk menyampaikan apa yang di rasa. Paling tidak untuk menunjukkan kepedulian diri ini kepadanya. Kesempatan-kesempatan kecil yang mungkin ada, tak jarang dijadikan sebagai wadah untuk menunjukkan perhatian. Tak sadar, mungkin diri ini sudah menunjukkan sikap yang berlebihan kepadanya. Dan mungkin dia bisa jadi mengerti apa maksud dari sikapku ini.

Aku mungkin akan menganggap rasa ini hanyalah rasa yang semu. Tidak perlu kuhiraukan berlebih karena ini hanya akan menjadi angin yang berlalu. Namun tidak. Apa yang aku temukan. Angan yang beriak-riak. Tentang dia yang mungkin memiliki rasa yang sama. Menghubungkan segala kejadian-kejadian yang terjadi. Potongan-potongan bukti dari respon dia atas apa yang terjadi. Secuil sikap yang terlihat berbeda, yang bahkan bisa jadi tidak berhubungan sama sekali. Entah mengapa, secerdas itu otak ini menghubungkannya satu sama lain. Dan mengambil kesimpulan yang hampir tidak masuk akal adanya.

Justru pemikiran itulah yang membuatku masih terpikirkan akan hal ini. Aku makin tidak tahu harus apa. Rasa takut akan kehilangan, padahal sejak awal dia bukan milikku. Rasa bahwa diri ini tidak pantas, bahwa dia pantas mendapatkan yang lebih baik. Tak henti-hentinya terlintas di kepala. Aku hanya bisa menyiapkan yang terbaik untuknya. Tapi aku pun masih bingung jalan mana yang harus aku ambil.

Aku pikir sikapku ini sudah merupakan sikap yang baik. Meski masih sering beberapa kali kepedulianku terlihat. Di kepanitiaan itu, di jalan itu, di kegiatan itu, di kebun itu. Selama tidak menyatakan hati, mungkin tidak mengapa. Begitu pikirku.

Namun ternyata tak semudah itu. Dibalik diamku, aku masih sering terpikirkan tentang dia. Aku masih memberikan perhatian lebih ke dia. Aku masih mencari-cari tahu lebih mengenai dia. Terkadang aku bertanya-tanya, apa ini yang dimaksud cinta dalam diam. Apa ini yang memang seharusnya aku lakukan. Apakah sudah sesuai dengan syariat yang Allah tetapkan.

Tidak, ternyata tidak. Bahaya akan muncul apabila ini terus dilanjutkan. Arti cinta dalam diam adalah diam ketika mencintai, bukan diam-diam mencintai. Apa maksudnya? Tidak berskpresi ketika cinta itu muncul. Tidak merespon ketika muncul ketertarikan. Tidak berhubungan ketika muncul kesempatan. [1]

Dengan itu, mencari-cari hal tentang dia tidak lagi jadi kebiasaan. Kesempatan yang muncul tidak lagi menjadi sarana untuk mendekatkan kita. Perhatiannya tidak lagi jadi fokus utama hidup kita. Dengan ini, kita akan lebih terjaga.

Tentu itu tidak mudah. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Dan bukan berarti aku telah melakukannya. Aku masih belajar, dan aku terus belajar. Banyak hal yang aku rasa aku perlu pelajari untuk bisa menuju jenjang selanjutnya. Banyak ilmu yang perlu aku pelajari, melihat latar belakangku yang bukan dari sekolah islami.

Tentu masih banyak yang harus aku pelajari. Karena aku pun berharap aku bisa membangun keluarga yang islami. Tak lebih lagi, dia yang berasal dari keluarga islami yang memang memiliki latar belakang sekolah islami. Bagaimana dengan orang tuanya? Apakah bisa menerimaku? Itu menjadi pertanyaan besar selalu yang aku tanyakan, terutama dengan latar belakangku yang mungkin berbeda dengan yang diharapkan.

Aku masih belum menerapkan ilmu ini. Tapi aku terus belajar. Terpikirkan tentang dia masih terus ada. Memberi perhatian lebih, tak jarang. Terkadang ingin kusampaikan rasa ini, padahal kesiapan masih belum jelas terlihat. Bahkan, mungkin tulisan ini menjadi salah satu caraku untuk menyampaikan rasa ini ke dia. Mungkin, secara tidak langsung.

Referensi:

[1] https://www.instagram.com/reel/CzfgVXTrrAB/

--

--

Akmal Arifin

Wadah untuk berbagi cerita dalam kehidupan sehari-hari. Upload setiap hari Rabu. Stay Tuned !